18 Des 2011

Prison And Paradise




Sebuah film dokumenter yang mengangkat sisi kemanusiaan para keluarga tersangka teroris dan keluarga korban Bom Bali I kembali dibedah untuk kesekian kali. Senin (15/12) Di Gedung Graha IAIN Solo film besutan Daniel Rudi Haryanto bekerja sama dengan Noor Huda Ismail dibedah di hadapan ratusan mahasiswa. Tampil sebagai pembicara saat itu Drs Abdullah Faishol M.Hum dan Noor Huda Ismail (Ketua Yayasan Prasasti Perdamaian).

Dalam keterangannya Noor Huda Ismail memberi penjelasan bahwa dibuatnya film ini bukan sebagai ajakan untuk melakukan aksi terorisme namun mencoba mengangkat sisi kemanusiaan yang hak-haknya mulai dibungkam dan dikubur oleh pemerintah. “Coba kita lihat anak-anak kecil tadi mereka tak tahu apa yang dilakukan oleh bapaknya.” Ujar pria mantan wartawan Washington Post ini.


Film "Prison and Paradise" (Penjara dan Surga) masuk dalam 41 film 'World Premiere' yang pernah diputar di Dubai International Film Festival, 12-19 Desember 2010, di Dubai. Film yang proses pembuatannya memakan waktu 7 tahun dari 2003 sampai 2010 juga pernah diputar di Cinema Digital Seoul Film Festival, Vibgyor Film Festival India, Yamagata Film Festival Jepang.

Namun dalam perjalannnya film ini juga dilarang oleh LSF (Lembaga Sensor Film) karena konten materinya diindikasikan menjadi propaganda pembenaran atas kejadian Bom Bali I. Saat ditanya model investigasi apa kok bisa dengan leluasa mudah mewancarai di ruang tahanan Polda Metro Jaya terhadap para pelaku teroris Bom Bali I, Noor Huda hanya tersenyum lantas menjawab “Saya dulu kan wartawan.” Ujarnya.

Dalam acara tersebut juga hadir seorang peserta dari Jerman, dosen Antropologi di Universitas Jerman yang bernama Suzana. Dalam memberikan pendapat ia berfikir bahwa, “Salah satu sebab adanya kasus terorisme karena adanya sebuah ketidakadilan, maka muncul sebuah perlawanan.” Banyaknya korupsi juga menjadi penyebab dari aksi tersebut.” Ujar Suzana dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar.

Senada dengan Suzana, Noor Huda juga berpendapat ketidakadilan dalam sisi hukum juga menjadi pemicu dalam kasus radikal. “Sebagai contoh kasus Ambon dan Poso, umat Islam banyak yang dijerat dengan pasal teroris, namun umat Kristen hanya dengan pidana biasa, ini yang menyebabkan mereka tak terima.” Ujar pria yang concern pada kesejahteraan keluarga terorisme ini.

Ketidaksiapan panitia dalam menyiapkan segala peralatan membuat penayangan film tidak berjalan optimal seperti kerusakan pada LCD yang mengakibatkan film yang dilihat terdapat lingkaran hijau, begitu pula sound system. Padahal melihat film ini membutuhkan konsentrasi yang cukup, tidak hanya sekedar melihat sebagai hiburan namun harus membaca dan memahami.