27 Nov 2011

BNPT MATI LANGKAH DI “Workshop Deradikalisasi” Melawan Para Pengusung Ideologi Di Makasar


“Penanganan kelompok yang digolongkan teroris karena ideologinya, harus dilakukan dengan sangat hati-hati.Menghakimi mereka sebagai kelompok “radikal” yang memiliki dan menebarkan paham keagamaan yang “keliru” akan mereka sikapi sebagai terror intelektual, sehingga berpotensi memperluas “wilayah” konflik atauy menimbulkan  kelompok perlawanan baru. Sikap kalangan yang mengklaim diri sebagai kelompok “moderat” lalau mengkafirkan kelompok “radikal” dan sebaliknya, mungkin berujuang pada Vis a Vis:Islam moderat vs Islam radikal. Sebuah situasi yang tidak kondusif terhadap program deradikalisasi yang sangat serius dilakukan pemerintah.” (Ansyaad Mbai dalam buku, : Teroris & Jihad Dalam Perspektif Hukum Islam, Kasjim Salemba, Okt 2011)


Paragraf diatas saya kutipkan dari sebuah buku yang dibagikan gratis pada saat seminar Deradikalisasi di Makasar Kamis 24 November 2011. BNPT mengandeng komponen lembaga-lembaga riset dan penilitian termasuk juga ormas dan organ ormas di bawahnya. Kali ini di Makasar dengan LPPU. BNPT hendak mengenalkan  dan mensiarkan konsep “Islam Rahmatan Lil’alamin”…Namun kali ini langkahnya kembali terantuk, karena para peserta workshop dan seminar alam pikiran, perasaan dan sikap mereka berdiri diametrikal bersebrangan dengan tawaran-tawaran aneh BNPT. Dan ini yang membuat pusing BNPT, karena dengan membuat medan laga bagi para akademisi dan intelektual di Makasar yang “moderat” untuk bisa mengkampanyekan “Islam Rahmatan lil’alamin” versi BNPT mendapatkan tanggapan dan sorotan tajam hingga tampak kelemahan dan cacat secara intelektual konsep-konsep mereka. Para pengusung Islam Ideologi  juga dengan lantang mengkritisi konsep-konsep kabur BNPT, dan menjadikan suasana seminar/workshop tidak berpihak kepada keinginan BNPT. Berikut gambaran lengkap proyek BNPT tersebut, di catat dengan baik agen Islam ideologi yang melakukan penetrasi pada acara tersebut, sekalipun belum tuntas mendedah apa yang di mau dengan syiar “Islam Rahmatan lil Alamin”…apakah ini konsep ini ada pijakan teologi dan normatifnya atau ini hanya sekedar latah dan upaya tadlil(penyesatan) kepada umat Islam untuk meneguhkan pemikiran Liberal, pluralism dan moderat yang jelas-jelas sudah di haramkan oleh MUI melalui fatwanya, silahkan baca dan sebarkan:


Kamis tgl 24 November 2011, Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Umat (LPPU) bekerjasama dengan BNPT mengadakan Workshop Strategi Deradikalisasi dengan Tema “Strategi Pembinaan Umat yang Rahmatan Lil ‘Alamin dalam Masyarakat Plural”. Acara yang dijadwalkan mulai pukul 08.30 Wita harus  molor lebih dari 45 menit menanti datangnya peserta undangan yang kabarnya oleh ketua panitia mengundang sedikitnya 100 orang dari berbagai ormas Islam. Dari pengamatan dilapangan lebih dari 50 % yang hadir adalah peserta yang tidak diundang secara resmi oleh panitia, mereka diantaranya adalah perwakilan dari mahasiswa LDK, Gema Pembebasan serta Aktivis HTI Kampus UIN.

Adapun peserta yang hadir di acara tersebut adalah perwakilan dari HTI Sulsel diwakili oleh Ust. Muh. Kemal Idris (Humas HTI sulsel) dan Surahman, dari FPI yang diwakili oleh Abu Thoriq dan Ust Abdullah, dari Wahdah Islamiyah yang diwakili oleh Ust. Zaid Samad, Lc dan Ust. Ikhwan Abd Jalil, Lc, dari PITI (Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia) yang diwakili oleh ketuanya sendiri Ust. Sulaiman Gosalam,  dari IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait), dari KAMMI, dari IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama),  LDK, Gema Pembebasan, serta Akademisi.


Workshop dibuka oleh Mayjen TNI Agus Surya Bakti selaku Deputi bidang pencegahan, perlindungan dan deradikalisasi BNPT, Inti pidato pembukaannya adalah workshop deradikalisasi ini dapat melahirkan kerjasama berbagai elemen ormas islam dalam mengarahkan dan membina umat memahami islam sebagai rahmatan lil ‘alamin yang tentunya jauh dari tindakan radikal yang mengarah pada terorisme. Kemudian menjelaskan berbagai tujuan dibentuknya BNPT yang merujuk pada beberapa negara maju seperti AS, yang saat ini berupaya meminimalisir adanya tindakan terorisme dengan pendekatan soft (soft approach), karena dianggap tindakan keras (hard power) yang digunakan seperti perang di Afghanistan dan Iraq dianggap tidak berhasil menanggulangi aktivitas terorisme, bahkan memicu tindakan terorisme-terorisme baru. Begitu pula Deputi menjelaskan bahwa tindakan keras densus 88 tidak berhasil mengurangi aksi-aksi terorisme, dari 100 lebih pelaku tindakan terorisme yang berada di dalam penjara, justru merekalah yang mempengaruhi para napi-napi yang lain untuk melawan thogut bahkan mereka tidak mau sholat jum’at di masjid2 lapas karena dianggap khotibnya khotib thogut. Berangkat dari sini maka yang dianggap tepat dan yang ditempuh oleh Negara-negara maju saat ini adalah melakukan upaya soft approach untuk meminimalisir aktivitas terorisme.

Tibalah saatnya acara inti workshop sesi pertama berlangsung dengan dipandu oleh Prof. Dr. Darussalam, menghadirkan 2 pembicara liberal yakni Prof. Dr. Qosim Mathar dan Prof. Dr. Irfan Idris pada sesi pertama. Sebagaimana tema powerpoin Radikalisme, Demokrasi, Nasionalisme, dan Kebebasan Beragama pada Masyarakat Multikulturalisme, Qosim Mathar  meramu materi dan menyuguhkannya dengan pemahaman pluralisme yang menghunjam dalam pada diri Qasim Mathar, beliau membagi peta Islam masa kini pada 3 yakni Islam Sunni, Islam Syiah dan Islam Ahmadiyah. Radikalisme menurut beliau dapat  terjadi karena ketidakmampuan memahami perbedaan-perbedaan yang terdapat pada cabang dan ranting aqidah, bukan pada pokok-pokoknya. Ketidakmampuan tersebut  telah mendorong sebagian umat islam memandang sesat dan mengkafirkan sebagian umat islam lainnya, seperti sunni yang menyesatkan syiah ataupun ahmadiyah. Tidak lupa beliau membagi Radikal itu ada dua yakni Liberal dan Fundamental. Dan menyebutkan gerakan-gerakan yang dipandang oleh Qosim Mathar sebagai Radikal adalah FPI, Hizbut-Tahrir, Wahdah Islamiyah, MMI, Jamaah Tabligh, dan lain lain.

Yang menjadikan pemahaman Deradikalisasi menjadi semakin bias karena beliau mengatakan bahwa ada radikal yang positif dan ada radikal yang negatif, Qasim Mathar mengarahkan penolakan radikalisme hanya pada gerakan islam yang menggunakan tindakan anarkisme untuk melakukan amar ma’ruf seperti FPI.

Pandangan Qasim Mathar islam itu laksana pohon yag lebat daunnya, maka islam sunni, syiah, ahmadiyah, hizbut-tahrir, wahdah islamiyah, jamaah tabligh dan lain sebagainya adalah daun yang lebat yang menjadi ranting cabang dari pohon, sehingga kita harus menerima pluralitas tersebut. Begitu pula agama-agama yang ada.

Sementara Prof Irfan Idris menggiring opini pada upaya deradikalisasi dengan mengajak untuk menetapkan suatu gagasan sehingga pembinaan umat mesti mengarah pada rahmatan lil ‘alamin (dengan konsep Irfan idris, penj). Untuk itulah maka diperlukan sosialisasi menurut irfan kepada seluruh komponen umat tentang upaya deradikalisasi baik dari kalangan ulama, cendikiawan, mahasiswa dan bahkan ditingkat siswa karena mahasiswa dan siswa sangat berpotensi dijaring dalam jaringan radikal. Irfan juga memberikan gambaran umum bahwa mahasiswa yang biasanya direkrut adalah mahasiswa-mahasiswa dari fakultas umum yang tidak memiliki pemahaman islam yang dalam. Sehingga semangat ada tapi tidak tahu agama secara dalam maka terjerumuslah mereka. Sasaran yang ditujukan sebagai gerakan radikal menurut irfan adalah pada  para pelaku terorisme dan anarkisme.  Juga mengkategorikan gerakan yang mengusung ide khilafah, syariah islam dengan melakukan perubahan secara anarkis sebagai gerakan radikal. Sayangnya Irfan tidak menjelaskan apa itu  radikal sehingga menjadi jelas apa yang dikehendaki olehnya. Irfan hanya cenderung bermain kata rahmat dan anarkisme yang mengarah pada terorisme untuk menggiring opini pentingnya pembinaan umat yang berorientasi pada rahmat yang sesuai dgn keinginan dia.

Pada sesi diskusi di sesi pertama, Ust, Zaid Samad, Lc yang memulai berkomentar, menangkap materi seolah Qasim Mathar mengarahkan upaya deradikalisasi ini untuk mengakui ahmadiyah dengan syiah sebagai islam padahal menurut ust. Zaid Samad baik ahmadiyah maupun syiah telah di fatwakan sesat oleh MUI, serta menyoroti Jalaluddin Rahmat sebagai tokoh syiah yang tidak boleh diberikan gelar Doktor di UIN alauddin karena dalam tulisan disertasinya mencela-cela shahabat.

Selanjutnya dari FPI memberikan komentar seputar tindakan kekerasan yang dilakukan merupakan langkah amar ma’ruf nahi munkar yang secara syar’i juga dilakukan oleh Rasulullah dengan dalil bahwa  Rasulullah pernah memerintahkan membakar sebuah masjid.

Sementara Arif dari Gema Pembebasan mempertanyakan deradikalisasi untuk siapa? Mengapa seolah yang ditembak sebagai gerakan radikal, anarkis, teroris hanya islam saja, kemudian beliau mengungkapkan fakta-fakta anarkisme yang dilakukan oleh Bonek, para supporter bola, bahkan istri petinggi BNPT yang menggerakkan massa membakar gedung dan fasilitas Negara atas motif politik karena tidak menang dalam pemilihan di buton utara mengapa itu tidak dikategorikan radikal dan aktivitas teroris?

Juga ada 3 penanya dari kaum hawa, penanya pertama mempersoalkan mengapa kita hanya membahas radikalisme saja, harusnya kita juga membahas liberalisme, karena menurut dia bahwa adanya radikalisme itu merupakan perlawanan dari adanya liberalisme yang juga tumbuh subur. Tumbuhnya Radikalisme seiring sejalan dengan tumbuhnya liberalisme. Menurut hemat penanya tersebut bahwa liberalisme dan radikalisme adalah paham di dua ujung yang berbeda dan bertolak belakang, sehingga mustahil untuk disatukan. Penanyapun memunculkan wacana islam moderat yang tidak ke liberal dan tidak ke radikal.

Sementara penanya ke dua ayu perwakilan mahasiswa, diawal pernyataannya telah menegaskan bahwa upaya deradikalisasi adalah sama dengan deislamisasi. Dengan komentar yang begitu panjang mengkritisi deradikalisasi sebagimana dalam tulisan ust. Harits Abu Ulya di majalah Al Wa’ie edisi November 2011 sub bahasan Deradikalisasi=Deislamisasi, kemudian mempertanyakan berapa besar dana yang anda dapat untuk mengadakan seminar deradikalisasi seperti ini?!

Sementara penanya yang ke 3, mirna dari IPPNU menggiring opini yang menunjukkan sikap pro-nya terhadap upaya deradikalisasi dengan mengarahkan pertanyaan pada pengkajian yang harus dilakukan sehingga gerakan-gerakan radikal ini muncul, misalnya karena faktor ekonomi yakni kemiskinan, pengangguran dan seterusnya. maka, aktivis IPPNU ini menawarkan konsep yakni melalui jalan perbaikan ekonomi yang diupayakan agar mereka tidak melakukan tindakan radikalisme dan terorisme. Sehingga dia mempertanyakan juga ada tidak lowongan pekerjaan dalam arti menyiapkan mereka dengan upaya membina agar mereka memiliki skill bekerja, serta menyiapkan fasilitas untuk bekerjanya mereka.

Semuanya pertanyaan dijawab secara general oleh pemateri, Qosim Mathar menanggapi pertanyaan ust. Zaid Samad yang akhirnya sedikit banyak melencengkan sasaran workshop deradikalisasi ini. Untuk pertanyaan tentang jalaluddin Rahmat yang akan diberi gelar Dr. Oleh UIN itu adalah urusan akademik yang apabila memenuhi persyaratan maka bagaimana hal itu bisa ditolak. Tentang ahmadiyah juga dijawab, Qosim Mathar bahkan ingin “menasehati” MUI untuk mencabut fatwanya karena ini dapat memicu terjadinya konflik antar umat islam. Hanya saja, beliau menambahkan hal itu jika diterima oleh MUI, jika tidak mau dicabut fatwa tersebut, yah tidak apa-apa juga, katanya. Kemudian pertanyaan FPI ditanggapi oleh Qosim Mathar tentang dalil aktivitas kekerasan dengan tindakan Rasulullah membongkar masjid adalah karena informasi malaikat bahwa masjid itu adalah masjid “dhirar” yang dibangun orang-arang munafiq. Dan mengarahkan argumentasi pada berbagai dalil yang menunjukkan sikap Rasulullah tidak menggunakan kekerasan misalnya pada saat ada seorang yang kencing di masjid kemudian Rasulullah tidak memukul atau mengusirnya, yang terjadi justru Rasulullah meminta kepada shahabat untuk membiarkan kemudian setelah orang itu berlalu pergi maka Rasulullah meminta untuk dibersihkan masjid tersebut. Qasim Mathar menekankan gerakan islam radikal itu tidak masalah yang penting tidak anarkis. Qasim Mathar menekankan bahwa Radikal itu bisa negatif dan bisa positif, yah negatif, klo  organisasi islam melakukan tindakan anarkis, beliau mencontohkan wahdah islamiyah itu radikal tapi radikal yang positif karena beliau tidak pernah melihat wahdah islamiyah melakukan tindakan anarkis, begitu pula hizbut tahrir jg radikal tapi radikal yang positif, misalnya sekalipun HTI mengadakan demo mengumpulkan banyak orang di Jakarta dengan kritikan keras tapi mereka bisa mengontrol anggotanya demo tidak anarkis, beda dengan FPI biar 5 orang juga klo sudah turun pasti anarkis.  Semua kelompok yang melakukan tindakan anarkis itu dikategorikan radikal dan teroris. Maka pembakaran kantor seperti itu adalah tindakan terorisme. Menurut Qasim Mathar menanggapi pertanyaan Arif (gema Pembebasan)

Untuk jawaban Irfan idris, menanggapi pertanyaan Mirna dari IPPNU mencontohkan BNPT bekerja sama dengan koperasi-koperasi usaha untuk membuat program-program penangulangan terorisme dibidang ekonomi.

Setelah Ishoma acara dilanjutkan pada sesi ke-2, oleh pemateri Dr. Fuad Rumi dan Dr. Rauf Amin.

Dr. Fuad Rumi diberikan tema oleh panitia Membangun Gerakan Umat Berbasis Rahmatan Lil ‘Alamin. Fuad Rumi menjelaskan makalah yang dibawakannya dengan merujuk bagaimana Nabi Muhammad melakukan gerakan. Yang menjadi unik, Fuad Rumi mengatakan bahwa dalam workshop deradikalisasi ini, justru beliau memulai dengan sesuatu yang paling radikal, kalau radikal dalam hal ini berasal dari kata radix yang berarti akar, maka menurut  Rumi memulainya dengan perkara yang paling radikal dalam Islam yakni Al Qur’an sebagai dasar, kemudian beliau mengangkat surah al Mudatsir ayat 1-7. Semua dijelaskan persis apa yang dituangkan dalam makalah beliau.

Sementara Rauf Amin memaparkan materinya banyak menggugat intrepretasi-intrepretasi terhadap nash yang dapat melahirkan anarkisme  seperti  intrepretasi menegakkan amar ma’ruf dengan kekerasan begitu pula dengan jihad. Sehingga Rauf Amin menyampaikan untuk menyelesaikan persoalan tersebut maka mesti melakukan reintrepretasi terhadap nash-nash agar sesuai dengan rasionalitas, moralitas, dan kebijaksanaan.  Rauf Amin mengeluarkan fakta-fakta Siroh yang menjadi acuannya agar nash dan syariah mesti rasional dan nampak kerahmatannya. Misalnya Rasulullah pernah mengatakan kepada  shahabat bahwa siapa saja yang diakhir hayatnya dia mengucapkan syahadat maka mereka masuk surga. Kemudian dua orang  sahabat mendengar khabar ini kembali dan diperjalanan bertemu dengan Umar bin Khattab kemudian Umar menanyakan berita apa yang mereka peroleh dari Rasulullah kemudian mereka menyampaikan perkara tersebut kemudian Umar mengatakan itu tidak benar hingga mereka kembali kepada Rasulullah dan bertanya tentang kebenaran khabar itu, kemudian Rasulullah mengatakan betul, maka umar mengatakan bahwa hal ini mesti “dipending” yaa Rasulullah, umat akan fatalis apabila mendengarkan kabar ini, kemudian Rasulullah menyetujui saran umar. Jadi inti pembahasan Rauf Amin ingin merekonstruksi intrepretasi dari nash untuk mewujudkan kerahmatan. Maenstream ajaran kerahmatan menurut dia mengharuskan sosialisasi sosialisasi segitiga sumber keberagamaan yang harus berjalan paralel sebagai syarat utama mengawal pembinaan yakni Nash (teks), maqoshid (ide Moral dari teks), dan Waqi (realitas).

Pertanyaan sesi kedua:

  1. Ust. Zaid Samad banyak menyoroti pemikiran Rauf Amin yang mau melakukan reintrepretasi nash-nash.
  2. Abu Thoriq (…..)
  3. Nasrun dari BKLDK lebih banyak mengutarakan fakta-fakta siroh dakwah Rasululllah untuk menegakkan Islam tanpa kekerasan begitu pula menanggapi tentang Jihad yang mau di reintrepretasikan maknanya. Sehingga beliau menunjukkan beberapa fakta sejarah kekhilafahan jihad itu bertujuan untuk menyebarluaskan Islam yang sebelumnya dilakukan beberapa langkah dakwah. Dan juga mengungkapkan bahwa untuk menegakkan syariah mesti ada institusi khilafah Islamiyah dan Khilafah ditegakkan dengan jalan dakwah tanpa anarkisme.
  4. Surahman (HTI Sulsel) 1. Menggugat ketidak konsistenan seminar deradikalisasi, dengan merujuk pernyataan Prof. Qasim Mathar. Radikal itu bisa positif dan bisa negatif.. kalo memang demikian untuk apa ada deradikalisasi? Bukankah seharusnya yang diluruskan itu adalah gerakan radikal yang negative yakni yang dianggap melakukan tindakan anarkisme? Yang menjadi persoalan kita belum bersepakat apa itu Radikal dan apa itu deradikalisasi… dan inilah yang menjadikan kita tidak dapat menyimpulkan apa-apa.. apanya yang mau direradikalisasi Hizbut Tahrir yang mau menegakkan syariah dan Khilafah?? Mau dirubah strategi-strategi dan pemikirannya?? Kalau demikian adanya maka saya juga mengatakan bahwa bapak-bapak pemateri tidak konsisten dengan pandangan pluralisme dan menghargai perbedaan, kalau HTI ingin menegakkan syariah dan khilafah sebagai pemikiran dan dakwahnya sementara bapak-bapak tidak setuju maka silahkan saja tidak setuju tapi jangan menghalangi dakwah tersebut. Kemudian surahman menegaskan bahwa HT mau menegakkan syari’ah dan khilafah tetapi tidak setuju dengan tindakan kekerasan untuk menegakkannya 2. Mempertegas apa yang disampaikan saudara Arif pada sesi pertama, dengan jawaban Prof. Qasim Mathar yang menganggap prilaku pembakaran kantor dan mobil adalah prilaku terorisme maka surahman katakan bahwa yang seharusnya di deradikalisasi itu adalah Ketua BNPT Ansyad Mbay dan Istrinya yang telah menggalang Massa karena tidak menang dalam pemilu bupati buton utara yang berangkat dari rumah Ansyad Mbay menuju kantor  Dispenda dan membakarnya, kemudian ke kantor DPRD dan membakarnya serta membakar 2 mobil dinas. 3. Surahman melanjutkan; Sebagaimana tanggapan ust Zaid Samad tentang reintrepretasi kemudian surahman menjelaskan yang melakukan pengkajian terhadap perkara tersebut adalah orang-orang yang memiliki kapabilitas dalam hal tersebut dia adalah seorang mujtahid yang memahami betul ilmu tersebut.. bukan serampangan kita mereintrepretasikan.. ada sesuatu yang telah menjadi consensus secara bersama oleh para ulama tentang hal-hal tertentu misalnya tentang jihad, kita mengetahui ada jihad dalam makna bahasa tapi ada pula jihad dalam makna syar’I sehingga kita harus menempatkannya sesuai dengan penggunaannya.. kalau yang dimaksudkan jihad dalam makna syar’I maka tidak ada yang berbeda pandangan itulah perang.. dengan  berbagai catatannya perang  yang syar’i. Kemudian mencontohkan zakat dalam makna bahasa bersih, suci dan makna syar’inya yakni mengeluaraka sebagian harta yang ditunjuk secara syar’I untuk dikeluarkan apabila telah sampai nishab dan haulnya.. jika demikian makna syar’inya maka membersikan masjid atau lantai ini tidak bisa dikatakan zakat karena tidak sesuai makna syar’inya (hingga Surahman, dipotong oleh moderator karena lamanya menanggapi)..
  5. Kemudian penanya dari masjidil haram dan 3 orang aktifis muslimah HTI semuanya melengkapi tanggapan dari apa yang dibahas oleh Rauf Amin yakni menggugat cara berfikir yang mau merekontrusi intrepretasi jihad dan lain-lain. Serta menegaskan perjuangan menegakkan syariah dan khilafah adalah wajib serta mengingatkan kepada pemateri akan dosa besar yang mereka akan dapatkan kalau mereka menyampaikan kebatilan dan diterima oleh orang serta dijalankan oleh orang-orang yang mendengarkannya.
Tanggapan :
Prof. Qasim Mathar menyempatkan menanggapi karena merasa disebut-sebut namanya…  dia mengatakan Radikal itu netral dia bisa negatif dan bisa positif. Dan dia tidak pernah mengatakan bahwa mesti ada upaya radikalisasi.

Fuad Rumi menjelaskan sedikit makalahnya bagaimana dakwah Rasul yang menciptakan Rahmatan lil ‘alamin sesuai al mudatsir kemudian menyatakan bahwa kalau anda memahami bahwa syariah tidak bisa diterapkan secara sempurna tanpa institusi khilafah, maka silahkan anda mendakwahkan pemikiran tersebut terus menerus kepada semua masyarakat sehingga masyarakat sadar dan mau menegakkannya. Tapi dengan catatan tidak melakukan tindakan anarkis…  dan bersabar hingga khilafah itu tegak mungkin butuh 10 tahun, 20 tahun, 50 tahun 100 tahun..

Sementara Rauf Amin lebih menanggapi bahwa yang dia maksudkan bahwa teks itu telah final tapi intrepretasi terhadap teks-teks tidak bisa dihindari karena adanya ruang untuk bisa mengintrepretasikan teks-teks tersebut, yang dia stressing adalah rasionalitas dan moral yang ada pada nash yang mesti menghasilkan kerahmatan.

Penutup oleh deputi mayjen TNI Agus Surya Bakti.. Sebelum menutup beliau menanggapi bahwa dia juga mempertanyakan sebelumnya kepada Prof. Irfan bahwa rasanya tidak cocok dikatakan seminar deradikalisasi karena bisa jadi saya mengatakan anda radikal dan anda juga mengatakan saya radikal… Dan beliau sepakat dengan pernyataan perlunya didefenisikan deradikalisasi itu apa, sehingga jelas sasarannya. Menurut Agus, kami mengumpulkan pada ustadz dan perwakilan dari ormas-ormas Islam bukan mau dideradikalisasikan, kita hanya mau menggalang kebersamaan kita dari menghilangkan tindakan anarkisme dan terorisme. Silahkan saja kita mendakwahkan pemikiran-pemikiran Islam tentunya tidak dengan melakukan tindakan anarkis dan teroris. Sekaligus agus surya bakti akan menjadikan semua kajian dan diskusi sebagai catatan dan masukan.

Setelah sesi kedua berakhir dan acara di tutup, kemudian setiap peserta di sodorin blangko tanda tangan untuk MENERIMA FULUS (DUIT) DALAM AMPLOP YANG NOMINALNYA Rp 100.000,-…Dan utusan HTI (Humas & Surahman) menolak menerima uang “PROYEK” tersbut, “Mohon maaf, HTI tidak boleh menerima uang-uang seperti ini”….

Wahai umat Islam…Proyek Deradikalisasi BNPT menjadikan sebagian Akademisi, Intelektual, dan aktifis dari ormas-ormas tertentu seperti orang-orang “BUSUNG LAPAR” kemudian tanpa rasa malu “melacurkan diri”  berburu proyek untuk perbaikan gizi…..

Wahai penjaga Ideologi yang bersih nan suci ini…

proyek berikutnya akan di laga dan perlu di “kawal”: Dialog Keagamaan, dengan tema: “Peran Generasi Muda dalam Penguatan Nilai Islam Rahmatan LilAlamin untuk Menangkal Radikalisme Mengatasnamakan Agama”  Hari/Tanggal: Selasa, 29 November 2011; 10.00-12.00 Wita, Tempat; Lantai dasar Masjid Kampus UMI, Jalan Urip Sumoharjo Makasar, di laksanakan oleh: Solidarity of Intelektual Law Study Club, Fakultas Hukum UMI-Makasar.
(Harits Abu Ulya.Kota Angin Mamiri, 25 Nov 2011)

Disalin dari : Al-Khilafah